Viral Gerai Makanan Tolak Pembayaran Tunai, DPR Minta Menkeu dan BI Turun Tangan

Sebuah video yang memperlihatkan gerai makanan menolak pembayaran menggunakan uang tunai mendadak viral di media sosial. Dalam video tersebut, konsumen terlihat kecewa karena hanya diperbolehkan membayar menggunakan metode non-tunai seperti QRIS, kartu debit, atau dompet digital. Peristiwa ini memicu perdebatan luas di tengah masyarakat dan menarik perhatian anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang kemudian meminta Menteri Keuangan (Menkeu) serta Bank Indonesia (BI) untuk turun tangan.

Fenomena penolakan uang tunai ini dinilai bukan sekadar persoalan teknis pembayaran, melainkan menyangkut hak konsumen, kedaulatan mata uang rupiah, serta inklusivitas sistem keuangan nasional.

Awal Mula Kasus Viral

Kasus ini mencuat setelah seorang pelanggan merekam pengalamannya saat hendak membeli makanan di sebuah gerai yang ramai dikunjungi. Ketika hendak membayar dengan uang tunai, kasir menyampaikan bahwa gerai tersebut hanya menerima pembayaran non-tunai. Video tersebut kemudian menyebar luas dan memicu reaksi beragam dari warganet.

Sebagian masyarakat menilai kebijakan tersebut menyulitkan konsumen tertentu, seperti lansia, masyarakat kecil, atau mereka yang belum terbiasa menggunakan pembayaran digital. Di sisi lain, ada juga yang menganggap langkah tersebut sebagai bagian dari modernisasi sistem pembayaran.

Viral Outlet Roti Tolak Pembayaran Tunai Seorang Nenek Berujung Minta Maaf

Respons DPR: Negara Tidak Boleh Abaikan Uang Tunai

Menanggapi viralnya kasus tersebut, sejumlah anggota DPR menyuarakan keprihatinan. DPR menegaskan bahwa uang rupiah, baik tunai maupun non-tunai, adalah alat pembayaran yang sah di Indonesia. Oleh karena itu, menolak pembayaran tunai tanpa dasar hukum yang jelas dianggap sebagai tindakan yang perlu dikaji ulang.

Anggota DPR juga meminta Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia segera turun tangan untuk memberikan penjelasan sekaligus menertibkan praktik serupa agar tidak meluas.

Menurut DPR, transformasi digital memang penting, tetapi tidak boleh mengorbankan hak masyarakat yang masih mengandalkan uang tunai dalam transaksi sehari-hari.

Peran Bank Indonesia dalam Sistem Pembayaran

Sebagai otoritas sistem pembayaran, Bank Indonesia memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan antara digitalisasi dan inklusivitas. BI selama ini mendorong penggunaan transaksi non-tunai melalui QRIS dan instrumen digital lainnya, namun tetap menegaskan bahwa uang tunai masih berlaku dan dilindungi undang-undang.

Dalam beberapa aturan, BI menyatakan bahwa pelaku usaha tidak boleh menolak rupiah sebagai alat pembayaran, kecuali dalam kondisi tertentu yang diatur secara khusus. Oleh karena itu, kasus gerai makanan yang menolak uang tunai perlu ditelaah lebih lanjut untuk memastikan tidak melanggar ketentuan yang berlaku.

Sudut Pandang Pelaku Usaha

Di sisi lain, sejumlah pelaku usaha beralasan bahwa pembayaran non-tunai dianggap lebih praktis, aman, dan efisien. Risiko uang palsu, kesalahan pengembalian, hingga pencatatan manual bisa diminimalkan dengan sistem digital.

Namun, DPR menilai alasan efisiensi tidak bisa dijadikan dasar untuk sepenuhnya meniadakan pembayaran tunai, terutama jika belum ada regulasi resmi yang mewajibkan sistem cashless secara penuh.

Viral Gerai Roti Tolak Pembayaran Tunai, BI Tegaskan Kewajiban Terima  Rupiah Fisik

Dampak bagi Masyarakat

Penolakan pembayaran tunai berpotensi menimbulkan dampak sosial, di antaranya:

  1. Diskriminasi konsumen yang tidak memiliki akses ke layanan perbankan atau dompet digital.

  2. Kesulitan bagi UMKM dan masyarakat kecil yang masih bergantung pada transaksi tunai.

  3. Potensi pelanggaran hukum, jika praktik tersebut bertentangan dengan aturan penggunaan rupiah.

Masyarakat pun berharap pemerintah hadir sebagai penengah agar transformasi digital berjalan adil dan merata.

Dorongan Regulasi yang Lebih Tegas

DPR mendorong pemerintah untuk segera menyusun atau memperjelas regulasi terkait sistem pembayaran di ruang publik. Aturan yang tegas dinilai penting agar tidak terjadi kebingungan, baik di kalangan pelaku usaha maupun konsumen.

Menkeu dan BI diharapkan dapat memberikan panduan yang jelas: apakah gerai boleh sepenuhnya menolak uang tunai, atau wajib tetap menyediakan opsi pembayaran tunai.

Kesimpulan

Kasus viral gerai makanan yang menolak pembayaran tunai menjadi pengingat bahwa digitalisasi tidak boleh berjalan tanpa memperhatikan keadilan dan inklusivitas. Uang tunai masih memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia, dan keberadaannya dilindungi oleh hukum.

Desakan DPR agar Menkeu dan Bank Indonesia turun tangan mencerminkan kebutuhan akan kebijakan yang seimbang—mendukung kemajuan teknologi, namun tetap melindungi hak masyarakat luas. Ke depan, kejelasan aturan sangat dibutuhkan agar polemik serupa tidak terus berulang.

Jika ingin mengetahui lebih detail silahkan kunjungi Website Kami : FANTASTIC4D

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *